Understanding Ethics and Bias to Build Trustworthy AI

Jakarta - Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (WANTIKNAS) sebagai pelopor Transformasi Digital mengadakan kegiatan TIK-Talk yang mengusung topik ”Understanding Ethics and Bias to Build Trustworthy AI” dengan format Panel Discussion pada Kamis, (25/03) yang diselenggarakan secara virtual. Dalam diskusi tersebut hadir sebagai narasumber Ketua Tim Pelaksana WANTIKNAS, Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, MBA dan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc. Serta Prof.Dr.Ir. Bambang Riyanto Trilaksono dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Center for Artificial Intelligence Institut Teknologi Bandung dan Anggota Tim Pelaksana WANTIKNAS Ashwin Sasongko Sastrosubroto, sebagai penanggap. Dengan moderator anggota Dewan Pengawas Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), Dr. Helni Mutiarsih Jumhur, S.H.,M.H.

Dalam pemaparannya, Ilham Habibie menyatakan alasan bias terjadi dalam kecerdasan artifisial seperti yang dialami oleh beberapa perusahaan teknologi-teknologi besar Google, Amazon, hingga Uber bersumber dari penerapan algoritma yang tidak sesuai. 

“Bahwasanya algoritma apapun itu sebetulnya mencerminkan pemikiran manusia, dan pemikiran itu kita harus memastikan kalau kecerdasan artifisial digunakan untuk mengolah sesuatu. Kita harus memastikan bahwa semua masukan-masukan itu benar selengkap mungkin dan seimbang mungkin. Jadi algoritma adalah pendapat yang menjadi kode program itu harus diperhatikan dan itu yang terjadi di Google,” katanya.

Ilham juga menjelaskan bagaimana mengatasi bias yang terjadi pada kecerdasan artifisila yang di dalamnya terdapat enam cara yang perlu dipertimbangkan oleh para praktisi, yaitu mewaspadai konteks di mana KA dapat membantu mengoreksi bias dan konteks yang berisiko tinggi bagi kecerdasan artifisial untuk memperburuk bias, membangun proses untuk menguji dan mengurangi bias dalam system kecerdasan artifisial, terlibat dalam percakapan yang berdasarkan fakta tentang potensi bias dalam keputusan manusia, jelajahi sepenuhnya bagaimana manusia dan mesin dapat bekerja sama dengan baik, investasikan lebih banyak dalam penelitian bias dan sediakan lebih banyak data untuk penelitian dan mengadopsi pendekatan multidisiplin, serta investasikan lebih banyak dalam mendiversifikasi bidang kecerdasan artifisial.

Sementara Hammam Riza lebih menilai bahwa perlu upaya-upaya dalam strategi kecerdasan artifisial Indonesia khususnya menyiapkan etika pengembangan kecerdasan artifisial yang menjadi salah satu kelompok kerja sebagai tindak lanjut dari strategi nasional kecerdasan artifisial. Salah satu misi dan inisiatif strategi nasional kecerdasan artifisial yaitu mewujudkan kecerdasan artifisial yang beretika sesuai dengan nilai Pancasila. 

“Karena kita mengacu pada nilai Pancasila, maka fairness kemudian transparency, dan inclusiveness itu menjadi esensi apalagi upaya kita menjalankan perlindungan data pribadi sebagai bagian daripada kita mengembangkan teknologi KA ini yang tentu saja sangat bergantung pada kemampuan kita mengumpulkan data untuk digunakan proses mesin learning, pembangunan arsitektur KA dan tentu saja kita akan melihat upaya kita dalam keterbukaan pertukaran data digital yang disertai dengan etik dan kebijakan yang tepat harus memerhatikan keamanan data,” ujarnya. 

Menanggapi keduanya, Bambang Riyanto menyoroti bagaimana trustworthy AI yang terdiri dari enam poin, di antaranya robust yang tahan terhadap serangan, fair yang berkeadilan, memiliki responsible atau akuntabel, adanya transparent atau dapat menjelaskan, secure atau aman, dan ada privacy artinya dapat menjaga privasi.

“Mungkin ini mengarah pada pengembangan yang banyak dicita-citakan para peneliti dan praktisi dari AI yaitu trustworthy AI, jadi pada dasarnya AI harus dikembangkan. Kemudian ini tujuan-tujuan yang mulia diharapkan ke depan akan menghasilkan apa yang disebut trustworthy AI,” tuturnya. 

Beri rating artikel ini:

https://github.com/igoshev/laravel-captcha

Berita Terbaru

Berita terbaru dari Wantiknas