Mengangkat Literasi Digital Masyarakat

Dari tahun ke tahun jumlah pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) didapatkan fakta jika dibandingkan dengan 2018 lalu dengan jumlah pengguna internet di Indonesia hanya sebesar 171,2 juta jiwa, maka terjadi peningkatan menjadi 196,7 juta jiwa hingga kuartal II 2020. Fokus Utama Survei yang dilakukan pada 2 sampai 25 Juni 2020 ini melibatkan 7.000 jiwa responden dengan teknik pengumpulan data wawancara dan penyebaran kuisioner di seluruh provinsi di Indonesia. Survei tersebut memiliki margin of error sebesar 1,27 persen.

Jika melihat perkembangan tingkat adaptasi teknologi digital di masyarakat, maka kita juga berharap hal yang sama juga terjadi pada persoalan literasi digital. Menurut hasil survei, kondisi literasi digital masyarakat di Indonesia saat ini memang tidak buruk, tapi juga terlalu berlebihan jika dikatakan sudah sangat baik. Yang belum lama disiarkan adalah survei di 34 provinsi yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center (KIC) yang mengungkapkan bahwa status literasi digital Indonesia termasuk kategori sedang dengan skor 3,47 dari 5. Tingkatan tertinggi literasi digital berada di wilayah tengah seperti Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. 

Secara nasional, indeks literasi digital di Indonesia masih berada pada level sedang. Dalam pengukuran status literasi digital ini, dilakukan dengan mengacu pada standar UNESCO. Berdasarkan survei tersebut, masing-masing subindeks diperoleh hasil skor sebagai berikut: subindeks 1 Informasi dan Literasi Data 3,17; subindeks 2 Komunikasi dan Kolaborasi 3,38; subindeks 3 Keamanan 3,66; dan subindeks 4 Kemampuan Teknologi 3,66.

Mengomentari ini, anggota Tim Pelaksana Wantiknas Indra Utoyo menyatakan bahwa hasil survei yang dilakukan Kemkominfo dan Katadata menunjukkan indeks literasi digital masyarakat Indonesia termasuk ke dalam kategori sedang. Menurutnya keberadaan kaum muda membuat angka literasi digital kita juga berkembang. “Usia muda tentunya memiliki tingkat literasi digital yang paling tinggi, mengingat mereka juga merupakan tergolong sebagai early adopter dan techsavvy dari perkembangan teknologi. Di sisi lain, sebagian besar dari masyarakat baru memiliki keterampilan untuk mengkonsumsi informasi secara fungsional, yakni penggunaan media digital baru sebatas untuk mencari informasi, belum sepenuhnya melibatkan keterampilan untuk berpikir kritis,” paparnya.

Namun, Indra mengingatkan agar kita harus optimis, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, ke depannya, semua lapisan masyarakat akan semakin teredukasi dan semakin bertanggung jawab dalam peningkatan kompetensi digital serta menggunakan media digital untuk berpartisipasi aktif dan tidak hanya sebatas menjadi konsumen saja.

Sementara Ketua Tim Pelaksana Wantiknas, Ilham A. Habibie menyatakan bahwa di era digital, literasi sangat penting dan menjadi perhatian untuk transformasi digital, yakni literasi teknologi yang menjadi dasar dalam melakukan transformasi digital.  “Kalau kita ingin melakukan transformasi digital, yang harus ditransformasikan adalah bangsa, karena tidak semua mengerti apalagi critical thingking agar menjadi bangsa yang unggul,” ungkapnya. 

Ilham juga menjelaskan transformasi digital ditujukan kepada bangsa dan negara. Artinya ekonomi di masa mendatang akan mengandalkan kemampuan bangsa untuk berinovasi. Daya inovasi bangsa terkait erat dengan literasi, pengetahuan keterampilan, kemampuan untuk berwirausaha daya saing. Literasi konvensional seperti membaca dan menulis harus ditambah dengan literasi digital dan literasi teknologi. Jika literasi tersebut diterapkan secara merata oleh bangsa dan negara. Maka, dapat mentransformasikan diri untuk menggapai masa depan terbaik. “Transformasi digital sekaligus transformasi bangsa dan cara berpikir sesuai dengan digital,” ucapnya.

Sementara anggota Tim Pelaksana Wantiknas, Oscar Primadi, menyatakan bahwa literasi digital di masyarakat saat ini memang masih kurang, namun bukan berarti sumber daya yang ada di masyarakat tidak bagus. Oscar yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan ini mengambil contoh pada pelayanan kesehatan secara online yang dilakukan melalui smartphone. Menurutnya masyarakat saat ini sudah sedemikian akrab dengan teknologi smartphone, maka seharusnya masyarakat juga tidak kesulitan jika teknologi ini juga digunakan untuk pelayanan kesehatan secara online yang tidak perlu lagi bertatap muka dengan tenaga kesehatan kecuali untuk kondisi khusus.

“Tapi saya berharap ini tidak hanya menjadi domainnya Kemenkes, ini juga perlu teman-teman di Kemkominfo agar literasi digital pada pelayanan terhadap masyarakat dalam hal ini kesehatan bisa terwujud. Kita bersama-sama bergandengan tangan dengan Kemkominfo, Kemendagri, atau dengan Kemdikbud yang saya yakin ada mas menteri di sana dengan aplikasinya yang sudah kita kenal mudah-mudahan ini bisa menguatkan literasi digital masyarakat,” ujarnya. 

Tak pelak, literasi digital membuat masyarakat dapat memproses berbagai informasi, serta memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk, termasuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, serta paham kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Meningkatnya literasi digital masyarakat menjadi barometer keberhasilan proses transformasi digital yang tengah kita tempuh saat ini. Semoga seiring waktu tingkat literasi digital masyarakat kita terus berkembang hingga sempurna.

Beri rating artikel ini:

https://github.com/igoshev/laravel-captcha

Berita Terbaru

Berita terbaru dari Wantiknas