Berjibaku Menyambung Jaringan Internet hingga Ujung Timur Indonesia

Pengguna internet di Tanah Air pada 2021 tumbuh 7,2 % dari tahun sebelumnya. Namun masih ada 51,9 juta lebih penduduk belum terkoneksi jaringan komunikasi elektronik ini.

Setengah dekade lalu, Bumi Kenambai Umbai berhasil mendobrak dinding penghalang akses internet melalui ide putra asal Kampung Genyem, Gustaf Griapon. Dengan berbekal wajan yang biasa dipakai untuk memasak, sinyal internet bisa dipancarkan dan dipergunakan dengan baik oleh warga Kabupaten Jayapura.

Ide itu muncul kala Gustaf menjalani ujian Pendidikan Latihan Pemimpinan atau Diklatpim tingkat tiga. Pada Senin 25 September 2017, Gustaf mengirim pesan singkat kepada sekretaris Kampung Pobaim untuk memasang perkakas masak yang telah dimodifikasi menjadi wajanbolic.

Wajanbolic e-goen merupakan antena nirkabel yang terbuat dari perpaduan wajan dengan paralon. Cara kerja wajan modifikasi tersebut mirip antena parabola, dengan menempatkan bagian sensitif antena pada titik fokus, sehingga mampu menangkap gelombang elektromagnet. Hasil karya Gustaf ini membantu pemerataan layanan jaringan maya di Tanah Air, terutama di wilayah bagian timur. 

Dalam catatan Bank Dunia, akses internet di Indonesia memang belum merata hingga 2019. Masih ada kesenjangan koneksi internet bagi pengguna dewasa berusia 15 tahun ke atas di daerah perkotaan dan perdesaan, seperti tergambar dalam Databoks berikut ini.

Siapa sangka, alat masak bundar itu kemudian naik kelas menjadi antena murah meriah untuk menangkap gelombang radio 2,4 GHz. Selang seminggu sejak Gustaf mengirimkan pesan singkat, pada 5 Oktober 2017, manfaat internet sudah dirasakan warga Kampung Pobaim. “Saya bikin internet pakai Wajanbolic untuk mereka bayar pajak secara online,” kata Gustaf saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (18/5). 

Tidak ada lagi perjalanan warga sejauh lima kilometer sembari membawa berkas laporan ke Kantor Distrik Nimboran hanya untuk membayar pajak. Mereka cukup duduk di kantor Kampung Pobaim, mengakses laman kantor pajak, dan mendapat kode pembayaran. Selanjutnya, warga bisa membayar melalui kantor pos atau Bank Papua terdekat.

Tak hanya itu, kaum muda akhirnya bisa mengikuti pendaftaran aparatur sipil negara atau ASN, yang hanya bisa diakses dari laman Sistem Seleksi Calon Aparatur atau SSCN.

Berkat ide itu pula Gustaf berhasil menjadi juara Diklatpim tersebut. Apalagi, pemakaian wajanbolic kian meluas. Target awal hanya menyasar lima kampung, kini tersebar di 55 kampung di Kabupaten Jayapura. Bahkan Gustaf memberi usaha lebih, dia membentuk aplikasi basis data bernama Sistem Informasi Kampung Kabupaten Jayapura (SIKAPUR). Dengan aplikasi ini, setiap kampung sudah memiliki alamat surel dan laman resmi masing-masing.

Pada 2018, Gustaf mulai mengajarkan warga sekitar untuk memaksimalkan fungsi SIKAPUR. Dia membentuk Komunitas Pace Mace Admin TIK atau Pemantik Kabupaten Jayapura, dan diresmikan Bupati Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw pada 2020.

Melansir catatan Jubi, komunitas ini memiliki program kerja seperti pembuatan konten pendidikan, informasi, dan pelatihan di laman SIKAPUR. Termasuk di dalamnya pengajaran ilmu jurnalistik, kemitraan antar-lembaga dan humas, literasi, serta teknisi dan jaringan aplikasi.

Berangkat dari jabatan staf pada Dinas Informatika dan Komunikasi (Infokom), kini Gustaf duduk sebagai Kepala Dinas Infokom Kabupaten Jayapura. Dia juga diangkat menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Electronic Sport Indonesia (PB ESI) Papua hingga 2024 nanti.

Jalan Infrastruktur dan Penetrasi 
Dalam konteks pembangunan ekonomi digital, Chairman Yayasan Internet Indonesia, Jamalul Izza menilai upaya penetrasi infrastruktur saat ini dalam tahap paling awal, dari beberapa tahap yang diperlukan. Peningkatan ekonomi digital baru dapat terlaksana dan terakselerasi jika infrastruktur yang dibangun memadai untuk semua platform atau aplikasi.

“Bukan hanya sekadar terkoneksi. Saat ini tidak memadai kuantitas dan kualitas kapasitas aksesnya untuk seluruh pengguna secara merata,” ujar Jamalul saat dihubungi Katadata.coi.id, Rabu (27/4).
Kualitas infrastruktur telekomunikasi bagi pembangunan ekonomi digital semestinya memadai, terjangkau harganya agar dapat berkesinambungan, dan merata di semua daerah. Penelitian Yayasan Internet Indonesia menyebutkan, rata-rata pengguna memerlukan minimal 2 Mbps untuk dapat menikmati seluruh platform.

Survei penetrasi internet yang diterbitkan lembaga tersebut pada 2021 juga memperlihatkan, dari 272,25 juta lebih populasi, baru 220,25 juta penduduk yang terkoneksi internet. Jumlah tersebut setara penetrasi 80,9 %, sedangkan 19,1 % penduduk belum terkoneksi.

Survei tersebut juga menunjukkan, jumlah pengguna internet Tanah Air 2021 tumbuh 7,2 % dari tahun sebelumnya. Namun masih terdapat 51,9 juta lebih penduduk yang belum terkoneksi.

Di sisi lain, Jamalul mengatakan kehadiran proyek untuk daerah terdepan, terpencil dan tertinggal atau 3T dan non-3T dibuat untuk memberikan solusi jaringan di lokasi yang tidak memadai dari sisi skala ekonomi. Khususnya lokasi di mana industri tidak dapat menjangkau lantaran tidak menghasilkan puutaran ekonomi.

“Lokasi-lokasi tersebut akan sangat menggantungkan ketersediaan konektivitasnya kepada program pemerintah,” katanya.

Untuk itu, Yayasan Internet Indonesia memandang kualitas, kuantitas, dan kesinambungan konektivitas bergantung kepada ketersediaan anggaran pemerintah. Apalagi, lokasi-lokasi tersebut terletak pada geografis dan sebaran populasi yang luas. Ditambah lagi, jumlahnya belum mencapai skala ekonomi dari standar industri, sehingga ekonomi digital lambat bertumbuh di lokasi tersebut.

Salah satu ide yang digagas yayasan yakni program Kampung 5G Nusantara. Program yang disingkat K5GN tersebut akan menjamah lokasi-lokasi yang belum tersentuh industri sehingga bisa bertransformasi digital secara cepat. “Rencana percontohan awal kami di Kota Solo, dan sejauh ini tanggapan kepala daerah bagus. Untuk mitra, dominasinya banyak dari swasta,” ujarnya.

Menurut Gustaf, Kabupaten Jayapura tidak masuk ke dalam kategori 3T, bersama dengan Kabupaten Mimika. Saat ini, sudah ada 57 site menara telekomunikasi yang akan dibangun dan sudah aktif di daerah tersebut. Selain itu, ada 117 stasiun pemancar atau Base Transceiver Station (BTS) yang dimiliki operator nasional dan swasta. 

“Kemudian, tower MCT dari PT Tower Bersama Group itu ada 15, sudah terbangun semua. Dari Dayamitra Telekomunikasi ada dua, itu juga sudah dibangun. Sesuai MoU yang kami tandatangani ada 30 titik,” kata Gustaf.

Untuk layanan internet, hanya ada tiga distrik yang bisa dilalui jaringan fiber di Kabupaten Jayapura. Kabupaten Jayapura menggunakan sistem distrik, alih-alih kecamatan. Kabupaten ini terdiri atas 19 distrik, lima kelurahan, dan 139 kampung. Hingga kini, Kabupaten Jayapura masih menggunakan kecepatan internet 4G.

Kabar baiknya, angka pengguna layanan Indihome di Kabupaten Jayapura cukup tinggi. Hingga Desember 2021, ada lebih dari sepuluh ribu pelanggan di sana. Setiap bulan, pelanggan terus bertambah hingga 300 konsumen. Selain itu, 15 ribu pelanggan TV kabel terdaftar di data Telkom Sentani.

Mengokohkan Jaringan Lewat Bumdes
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Muhammad Arif, mengatakan para penyelenggara jasa internet masih menemui kendala dalam pengembangan infrastruktur. Sebagai contoh, pemerintah daerah kerap melihat penggelaran inftrastruktur internet sebagai peluang untuk mendapatkan tambahan retribusi daerah.

“Padahal, visi Indonesia adalah menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di regional Asia Tenggara,” kata Arif kepada Katadata.co.id, Rabu (27/4).

Di sisi lain, Kementerian Kominfo memiliki target besar dalam percepatan digitalisasi, salah satunya dengan percepatan pembangunan infrastruktur 4G. Arif menilai, strategi tersebut sangat efektif lantaran jaringan 4G telah mendukung mobile broadband dengan penetrasi yang lebih cepat daripada fixed broadband.

Lantaran itu, pengembangan Kampung 5G bisa terealisasi jika ada inisiator yang memahami besarnya konektivitas berkualitas bagi masyarakat daerah. Chairman Yayasan Internet Indonesia, Jamalul Izza, mengatakan, kehadiran inisiator bisa berasal dari Bumdes, pemerintah, pengusaha, maupun tokoh masyarakat. “Bumdes dan pemerintah diharapkan menghadirkan inisiator tersebut, sehingga program dapat berjalan di lokasi-lokasi yang membutuhkan,” ujar Jamalul.

Dia mengatakan, saat ini Program Kampung 5G Nusantara sedang dalam tahap sosialisasi ke kepala daerah di seluruh Indonesia, dari pemprov sampai pemkot dan pemda. Yayasan Internet Indonesia menargetkan tahun ini membangun percontohan di lokasi-lokasi yang dapat merepresentasikan seluruh lokasi di Indonesia. 

“Target jangka panjangnya adalah mengimplementasikan jaringan 5G di minimal 34 provinsi pada 2025,” ujar Jamalul. “Agar seluruh masyarakat dapat menikmati jaringan infrastruktur yang berkualitas dan terjangkau.”

Dia menjabarkan biaya yang dibutuhkan mitra untuk membangun Kampung 5G. Untuk Mitra Finansial dibutuhkan biaya Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar. Mitra akan mendapatkan 25 % profit dari pendapatan layanan, dengan proyeksi pengembalian maksimal 36 bulan. 

Sementara untuk menjadi Mitra Lokasi, perlu biaya penyediaan lahan untuk penempatan BTS dan perizinannya, penyediaan tower triangle dengan string support, serta pasokan listrik, dengan pembagian profit 15 % dari pendapatan layanan bulanan.

Untuk biaya kerja sama Mitra Pemasaran adalah dana feed internet ke lokasi BTS, yang dipilih melalui media telekomunikasi (fiber optic/wireless/satelit), dengan pembagian yang bervariasi, bergantung pada zona lokasi yang dipilih.

Kabupaten Jayapura menjadi salah satu daerah yang meningkatkan akses internet warga melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Gustaf menjelaskan, pihaknya memfasilitasi akses TV kabel dan internet melalui Bumdes ini.

Pihak Dinas Kominfo berperan sebagai mediator dari Bumdes ke pihak ketiga. Kemudian, Bumdes menjual voucher layanan internet kepada warga. “Kita memberikan edukasi segala macam, tapi duitnya dari dia lewat dana desa,” kata Gustaf Griapon.

Usaha Bumdes ini membuahkan keuntungan cukup tinggi. Bumdes Kampung Benyem Jaya I, Distrik Nimbokrang salah satunya, bisa meraup pendapatan Rp 15 juta per bulan kala insiden sambungan internet putus di beberapa kabupaten. Ketika sambungan tersebut diperbaiki, pendapatan Bumdes melalui penjualan voucher menyusut di bawah Rp 5 juta per bulan.

Peluang menjual layanan internet ini juga dilirik oleh warga yang bermukim di Kampung Nehibe, Ormuwari, Yongsu Dosoyo, dan Yongsu Sapari di Distrik Ravenirara. Bumdes bisa meraih keuntungan hingga Rp 5 juta per bulan dari layanan internet ini.

“Di kampung, biasanya mereka menunggu sinyal. Begitu ada kapal masuk, bawa sinyal, baru mereka bisa telepon dan WhatsApp,” ujar Gustaf.

 

Sumber: https://katadata.co.id/intannirmala/indepth/62944e780505d/berjibaku-menyambung-jaringan-internet-hingga-ujung-timur-indonesia

Beri rating artikel ini:

https://github.com/igoshev/laravel-captcha

Berita Terbaru

Berita terbaru dari Wantiknas